PEMBELAJARAN SASTRA DAN LITERASI
OLEH
SRI SUJATI, S.Pd., M.Pd.
Suatu
hari saya bergabung dengan siswa yang membicarakan Korea Pop. Mereka tampak
sangat heboh dalam obrolan dan mampu menyebut dengan sangat fasih nama-nama
artis Korea. Remaja sekarang lebih mengenal nama artis daripada nama pemikir
atau penulis besar. Ketika pembicaraan melebar mengenai film, mereka sangat
cepat merespon film Twillight Saga: Breaking Dawn Part II yang dibintangi oleh
Kristen Stewart dan Robert Pattinson. Namun, ketika saya menanyakan apakah
mereka sudah membaca novelnya. Mereka malah
balik menanyakan apakah film itu diangkat dari novel. Pertanyaan itu menjadikan
saya tertawa geli.
Ilustrasi
di atas memberikan gambaran bahwa siswa kita jarang membaca karya sastra bagus.
Mereka menonton film Laskar Pelangi, Sang Pemimpi, Negeri 5 Menara, Ayat-Ayat
Cinta, dan Perahu Kertas, tetapi mereka tidak membaca novelnya. Padahal
membaca novel dan menonton filmnya itu adalah
sesuatu yang berbeda, seperti yang dikatakan Andrea Hirata, penulis Laskar
Pelangi, dalam Metro Pagi, Minggu, 25 November 2012. Konon kabarnya Laskar
Pelangi juga akan diangkat ke Hollywood. Membaca karya sastra adalah pertemuan
batin antara pembaca dan penulisnya. Ada pergulatan intelektual di dalamnya.
Ide penulis yang disalurkan lewat cerita belum tentu diamini begitu saja oleh
kita sebagai pembaca. Pembaca juga
berhak membangun persepsinya sendiri. Namun, kadang kita juga mengangguk setuju dengan apa yang dikatakan
penulis dan kemudian kita mengagumi kecemerlangan gagasannya. Dalam membaca,
ada pengalaman yang tak dapat diungkapkan dengan kata-kata ketika perasaan kita
teraduk-aduk oleh konflik. Konflik dalam novel disajikan melalui narasi dan
dialog yang sangat memperkaya bahasa pembaca. Sedangkan, dalam film konflik disajikan melalui gambar dan
efek yang justru akan menjauhkan kita dari literasi. Kehadiran televisi dan HP
disinyalir juga menjauhkan kita dari literasi.
Literasi
Rendah
Apakah
literasi itu? Secara sederhana, literasia atau
literer istilah lain dari melek huruf, secara fungsional adalah kemampuan
seseorang untuk membaca, menulis, berhitung, dan berbicara serta kemampuan
mengidentifikasi, mengurai dan memahami suatu masalah. Besnier (dikutip dalam
Duranti, 2001) dalam Key Concepts in Language and Culture, literasi adalah
komunikasi melalui yang terbaca secara visual, bukan melalui saluran pendengaran
dan isyarat. Visual di sini termasuk di dalamnya adalah bahasa tulisan yang
dimediasi dengan alphabet atau aksara.
Kemampuan membaca bangsa Indonesia sangat
rendah. Dua alat ukur internasional, Progress in International Reading
Literacy Study (PIRLS) maupun Programme for International Student Assessment
(PISA) memperlihatkan tingkat literasi anak-anak Indonesia usia 9-15 tahun
sangat rendah. PIRLS 2001 dan PIRLS 2006 mencatat bahwa kemampuan memahami dan
keterampilan menggunakan bahan-bahan bacaan, khususnya teks dokumen, pada
anak-anak Indonesia usia 9-14 tahun berada di peringkat lima terbawah. Tiga
penelitian terakhir dari PISA (2000, 2003, 2006) menunjukkan bahwa kemampuan
anak-anak Indonesia usia 15 tahun—usia akhir wajib belajar 9 tahun—dalam tiga
macam literasi, yaitu kemampuan membaca (reading literacy), kemampuan
menerapkan matematika untuk kehidupan praktis (mathematical literacy), serta
kemampuan memakai sains dalam keterampilan hidup sehari-hari (scientific
literacy), berada pada level 1. Ini berarti, anak-anak itu baru mampu menangkap
satu dua tema dari sebuah bacaan dan belum bisa memakai teks bacaan untuk
kepentingan yang lebih dalam, mengembangkan pengetahuan atau mengasah
keterampilan.
Data dari Association For
the Educational Achievement (IAEA) misalnya, mencatat bahwa pada 1992 Finlandia
dan Jepang sudah termasuk negara dengan tingkat membaca tertinggi di dunia.
Masih dalam hal membaca, Indonesia berada di peringkat ke-57 dari 65 negara di
dunia atau 8 peringkat terakhir (kompasiana.com, 16/03/2012). Kemampuan membaca
bangsa Indonesia ini pernah disindir Taufik Ismail dalam puisi “Pelajaran
Mengarang” (dalam antologi puisi Malu Aku Jadi Orang Indonesia).
Kemampuan
membaca dan menulis menjadi indikator peradaban suatu bangsa. Kemampuan membaca
dan menulis suatu bangsa tercermin dalam sastranya. Jika sastra berkembang
dengan pesat dan diapresiasi (dibaca) dengan baik oleh masyarakat suatu bangsa,
itu tandanya literasi suatu bangsa meningkat. Jadi ada hubungan yang erat
antara sastra dan literasi. Selain itu, sastra juga menjadi sarana penting
dalam pertumbuhan peradaban karena sastra mndokumentasikan peradaban suatu
bangsa. Sebagai contoh jika Anda ingin tahu peradaban bangsa Inggris abad 17
baca saja karya Shakespeare. Jika Anda ingin tahu Indonesia pada masa
pendudukan Belanda baca saja karya sastra Angkatan 20-an.
Pembelajaran
Sastra Meningkatkan Literasi
Tidak
mudah menumbuhkan kebiasaan membaca pada masyarakat. Apalagi bila masyarakat
kita masih dalam budaya lisan/oral. Memang di Indonesia, salah satu tantangan
terbesar dalam pemberdayaan bangsa ini adalah meninggalkan tradisi lisan untuk
memasuki tradisi baca tulis. Padahal era teknologi informasi telah menciptakan
ruang yang luas terhadap tumbuh kembangnya media baca tulis. Pemerintah tidak
diam saja melihat fenomena ini. Pemerintah melalui mata pelajaran Bahasa Indonesi,
khususnya dalam pembelajaran sastra menitipkan pesan untuk menumbuhkan budaya
membaca. Kurikulum KBK tahun 2004 mewajibkan siswa SMA harus membaca 15 buku
sastra yang meliputi berbagai genre. Dan jumlah ini masih di bawah Malaysia.
Sebenarnya dalam kurikulum KTSP kewajiban itu masih berlaku dan bahkan idealnya
jumlah buku ditambah karena KTSP merupakan penyempurnaan KBK.
Pembelajaran sastra seharusnya lebih banyak
melibatkan siswa membaca buku di perpustakaan. Namun anehnya, siswa sangat
asing dengan buku kumpulan puisinya Rendra, Sutarji Cholsum Bachri, Taufik
Ismail, Mustofa Bisri, dan lain-lain. Siswa juga tidak pernah membaca kumpulan
cerpen karya Umar Kayam, Ahmad Tohari, Hamsad Rangkuti, Korie Layun Rampan dan
lain-lain. Mereka juga tidak membaca novel-novel fenomenal seperti Merahnya
Merah (Iwan Simatupang), Atheis (Achdiat Kartamiharja), Burung-Burung Manyar
(Romo Mangunwijaya), Ny. Talis (Budi Darma), Ronggeng Dukuh Paruk (Triloginya
Ahmad Tohari), dan Saman (Ayu Utami). Yang saya hanya sebagian kecil. Masih
banyak karya saatra bagus yang memuat nilai-nilai kehidupan dan budaya yang
tinggi.
Tujuan
pembelajaran sastra adalah untuk membentuk sikap kritis dan kreatif serta
kepekaan terhadap fenomena kehidupan di lingkungan sosial budaya maupun alam
sekitar. Sastra dapat menumbuhkan kehalusan budi pekerti, menguatkan karakter
bangsa, dan meningkatkan minat baca.
Pakar pendidikan Prof Dr Arief Rachman MPd
menilai bahwa negara kita kekurangan bahan bacaan yang bertemakan budaya. Arief
mengatakan, kurangnya bahan bacaan yang bisa memberi informasi mengenai akar
kebudayaan bangsa dapat menyebabkan krisis kebudayaan. Dalam kebudayaan bangsa
kita terdapat nilai-nilai kearifan tersendiri yang seharusnya bisa menjadi
penyeimbang dan penyaring budaya global. Bacaan yang mengandung nilai-nilai
kultural akan melekat dalam karakter anak-anak sampai nanti mereka dewasa. Ketika
budaya Korea Pop menyerang remaja kita, demam itu tidak akan menjadikan mereka
sakit secara kebudayaan (Hedonisme) karena mereka sudah kuat dengan bacaan
novel yang sarat dengan nilai-nilai Indonesia.
Siswa cenderung suka membaca novel remaja yang
penuh percintaan yang menurut saya tidak mengandung nilai-nilai luhur. Padahal
sastra dapat memberikan pencerahan yang berupa tuntunan yang akan dianut oleh
pembacanya. Novel remaja yang ringan dan gaul bahasanya juga tidak memperkaya
kosakata pembacanya. Novel remaja juga terlalu sederhana konfliknya/alurnya
sehingga tidak memberikan pelajaran kehidupan. Taufik Ismail dalam esainya di
majalah sastra Horison mengatakan,”Jika remaja kita nanti egois, angkuh, ambisius,
mudah putus asa, dan tidak mempunyai kepekaan sosial, jangan salahkan
pendidikan tapi koreksi dulu bacaannya dan lingkungan pergaulannya.”
Literasi atau budaya baca memang belum membudaya di masyarakat kita
BalasHapusIGT Gaming, Casinos, and Games for sale in Maricopa
BalasHapusFind your complete list of 바카라 casinos, https://deccasino.com/review/merit-casino/ games and games at IGT Gaming in Maricopa, Arizona. 1. apr casino Casinos worrione.com in Casino at Residence