MENCARI BENTUK PENDIDIKAN MULTIKULTURAL DI INDONESIA
SRI SUJATI, S.Pd., M.Pd.
Kita belum lupa berita tentang masyarakat Bali di Lampung yang ketakutan
karena perlakuan penduduk setempat. Juga ketika pilkada Jakarta, sebagian
masyarakat masih mempersoalkan Jokowi yang orang Jawa dan Ahok yang keturunan
Cina. Demikian juga kasus pembongkaran gereja HKBP di Bekasi oleh satpol PP karena
persoalan IMB saja. Berita di televisi menunjukkan masyarakat Indonesia belum
dapat bertindak arif dalam menghadapi multikultural. Mengapa kita sering
berseteru karena persoalan etnis, budaya, dan agama. Padahal, kita semua
menyadari bahwa Indonesia itu multikultural. Ada apa dengan Indonesia? Jika
terjadi kekacauan peradaban seperti ini selalu yang disalahkan adalah proses pendidikan
manusia Indonesia.
Pendidikan
Multikultural
Apa yang sudah dilakukan Pemerintah selama ini dalam kebijakan
pendidikannya? Sebenarnya Pemerintah sudah merespon persoalan multikultural
karena multikultural telah menjadi isu pendidikan di berbagai negara. Pendidikan
multikultural adalah salah satu isu yang menyebabkan lahirnya kurikulum 2013,
selain isu perkembangan teknologi informatika, pendidikan karakter,
kewirausahaan dan ekonomi kreatif. Pemerintah selalu banyak wacana, tetapi
selalu tidak serius dalam pelaksanaannya dan tidak jelas programnya. Kurikulum
2013 terlalu banyak beban. Agenda yang mana dulu yang menjadi prioritas mungkin
sulit ditentukan karena isu-isu itu mendesak semua.
Pendidikan multikultural di
Indonesia sangat penting ditangani serius karena Indonesia adalah negara multikultur
terbesar di dunia. Multikultur adalah suatu keadaan yang beragam disebabkan
perbedaan gender, agama, status sosial ekonomi, budaya, bahasa, ras, dan adat
istiadat. Pendidikan multikultural adalah usaha sadar untuk mengembangkan
kepribadian peserta didik agar
menghargai multikultur dan arif bijaksana dalam menghadapi masalah keberagaman.
Selain alasan Indonesia adalah negara multikultur, pendidikan multikultural
harus segera dilakukan karena semua negara telah lebih dulu melakukannya.
Contoh
Pendidikan Multikultural di Mancanegara
Pendidikan
multikultural menjadi masalah penting di berbagai negara karena globalisasi membolehkan masyarakat dunia bebas bergerak, bebas tinggal, dan berinteraksi. Tidak
ada satu negara pun di dunia ini yang tidak mempunyai persoalan multikultural.
Meskipun suatu negara diduga monokultur, ternyata tetap multikultur. Jepang,
Korea Selatan, Cina, dan Jerman termasuk
negara yang diduga monokultur, tetapi ternyata mereka mempunyai persoalan
multikultural, yaitu kelompok minoritas. Karena perkembangan ekonomi dan
industri, mereka menjadi gula bagi negara lain. Migrasi internasional, seperti
mencari pekerjaan, belajar di universitas, atau perkawinan telah memicu
persoalan multikultural. Jepang mempunyai minoritas, yaitu imigran Korea, Cina dan dari bangsa Asia lainnya.
Di Jepang ada program Minzokugakkyu dan
Dowa. Sekolah yang mayoritas Korea misalnya dibolehkan mengajarkan kebudayaan
Korea dan ada satu pekan untuk berekspresi sesuai dengan kebudayaannya. Hak-hak
terhadap kebudayaan minoritas sangat dijunjung tinggi di Jepang. Di Cina, etnis Han adalah mayoritas, dan yang lain seperti etnis
Ughiur, Manchu, Hui adalah minoritas. Dalam kebijakan bahasa, Pemerintah menganjurkan
bahasa-bahasa kecil digunakan dalam pelajaran, selain bahasa Mandarin Cina
sebagai bahasa resmi. Pendidikan multikultural tidak hanya terdapat pada buku
teks saja, tetapi betul-betul dipraktikkan di Cina. Di Korea Selatan, persoalan
anak yang lahir dari perkawinan internasional menjadi perhatian utama.
Kementrian Pengembangan Pendidikan dan sumber Daya manusia Korea Selatan secara
khusus menangani anak-anak yang lahir antaretnis dengan kurikulum khusus dan
anak-anak itu tetap belajar di sekolah biasa, bukan sekolah khusus. Di Jerman,
kelompok minoritas/imigran tidak diperkenankan mendirikan sekolah sendiri.
Anak-anak imigran harus berbaur dengan anak-anak Jerman. Pendidikan
multikultural dimasukkan ke dalam mata pelajaran Kewarganegaraan. Anak-anak
diajari menghargai keberagaman dengan praktik langsung seperti melibatkan anak
imigran dalam berbagai kegiatan dan mereka diberi kesempatan mementaskan
kebudayaannya setiap akhir semester.
Perlu Ada Model
Bercermin
dari pendidikan multikultural di beberapa negara, Indonesia seharusnya lebih
jelas arahnya. Apakah pendidikan kultural akan diramu dalam kurikulum yang
isinya harus menekankan multikultural ataukah melalui manajemen? Mari kita
cermati praktik selama ini. Di perbatasan Brebes, ada desa yang masyarakatnya
menggunakan bahasa Sunda sebagai bahasa ibu dan bahasa sehari-hari. Namun, mengapa
siswa harus menerima bahasa Jawa dalam kurikulum di sekolahnya? Apakah karena
Brebes termasuk Jawa tengah? Memang secara geografi benar, tetapi secara
kebudayaan, mereka berbeda budaya. Dan jika anak etnis lain (Batak, Sunda) bersekolah
di Jawa Tengah, dia akan menjadi minoritas dan tidak mendapat pelayanan yang
memadai atas hak-hak budayanya. Contoh
lain misalnya, orang-orang keturunan Cina mendirikan sekolah khusus untuk
anak-anaknya. Kasus ini adalah contoh pelanggaran dalam pendidikan multikultural
selama ini.
Dalam
kurikulum 2013 mata pelajaran Bahasa Indonesia mendapat peran penting dalam
pendidikan multikultural. Materi atau buku teks harus berbasis multikultural.
Namun, pendidikan multikultural tidak sesederhana itu, yaitu terdapat pada buku
teks atau bacaan. Justru pada ranah paedagogi dan manajemen lebih penting. Terdapat tiga prinsip pendidikan multikultural yang dikemukakan
oleh Tilaar, antara lain sebagai berikut:
(1)
Pendidikan multikultural didasarkan
pada pedagogik kesetaraan manusia (equity pedagogy),
(2)
Pendidikan multikultural ditujukan
kepada terwujudnya manusia Indonesia yang cerdas dan mengembangkan
pribadi-pribadi Indonesia yang menguasai ilmu pengetahuan dengan
sebaik-baiknya,
(3) Prinsip
globalisasi tidak perlu ditakuti apabila bangsa ini arah serta nilai-nilai baik
dan buruk yang dibawanya.
Menurut Bank (2006) pendidikan multikultural dapat
ditempuh dengan lima langkah sebagai berikut: (1) konten integrasi, termasuk
perspektif minoritas, (2) proses pembangunan pengetahuan, yaitu menanamkan
sistematik kritis dari sumber-sumber ilmu pengetahuan, (3) Keadilan paedagogik,
yaitu kemampuan guru merancang pembelajaran yang memperkenalkan keranekaragaman
budaya, ras, sosial ekonomi, gender, dan agama, (4) mengurangi prasangka dengan
mengembangkan pandangan positif siswa terhadap keanekaragaman, tidak boleh ada
diskriminasi, dan (5) memperkuat struktur budaya dan sosial di sekolah, dengan
memberikan hak-hak budaya pada kelompok minoritas. Sedangkan menurut Gay (1992)
pendidikan multikultural harus diaplikasikan dalam segala bidang dan
penerapannya harus kontekstual.
Pendidikan multikultural di
Indonesia selama ini masih jauh panggang dari api. Pembelajaran yang sangat verbalis menjadikan
sikap anak tumpul dan tidak peka terhadap lingkungan yang multikultural. Guru-guru
tidak mempunyai kemampuan didaktik-paedagogi yang memadai berkaitan dengan
pemahaman multikultural. Dan manajemen juga sering membuat kebijakan yang
diskriminasi terhadap kelompok minoritas. Hak-hak minoritas sering dirampas. Seperti
di Jepang yang mempunyai model Minzokugakkyu dan Dowa,
Indonesia perlu mencari bentuk model yang diujicobakan di beberapa sekolah
laboratorium. Kemudian jika sudah dinyatakan bagus, baru akan digunakan oleh
sekolah seluruh Indonesia.
Jika NKRI harga mati,
pendidikan multikultural adalah harga mati.
Casino - Harrah's Casino in Joliet - JtmHub
BalasHapusHotel deals on Harrah's Casino in Joliet - Book 김해 출장샵 now - online with 김천 출장샵 JTM Hub - Check guest reviews, photos & cheap rates for Harrah's 안동 출장샵 Casino in Joliet.Jan 13, 2022Journey to 양주 출장마사지 Joliet 전주 출장마사지 - Jtmhub